ASKEP DM TIPE II



TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. (Sylvia A. Price, 1995 : 1111)
Diabetes Melitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntutan suplai insulin yang ditandai oleh hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. (Hotma Rumahorbo, 1999 : 100)
Diabetes Melitus merupakan kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Suzanne C. Smeltzer, 2002 : 1220)
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang kompleks yang meliputi kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protei serta menimbulkan komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long, 1996 : 4)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang secara generatif dan klinis ditandai oleh hiperglikemia yang meliputi kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sebagai akibat ketidakseimbangan insulin yang dapat menimbulkan komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis.
Ulkus diabetikum adalah luka terbuka yang disebabkan oleh neuropati akibat penyakit diabetes mellitus (De Jong, W, dan Hidajat, S.R, 1997 : 420).
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Smeltzer, S.C, dan Bare, B.G, alih bahasa Hartono A, dkk, 2001 : 896)

2. Anatomi dan Fisiologi
Menurut Syaifuddin, (1997 : 84) dan Rumahorbo, H, (1999 : 14) pancreas erupakan organ yang panjang dan ramping. Letaknya retroperitoneal pada abdomen bagian kuadran kiri atas, dan terbentang secara horizontal dari cincin duodenum sampai ke limpa pada vertebra lumbalis I dan II dibelakang lambung. Strukturnya mirip dengan kelenjar ludah yang panjangnya kira-kira 10-20 cm, lebar 2,5-5 cm, dengan berat rata-rata 60-90 gram, dan dibagi dalam 3 segmen utama yaitu kaput, korpus dan kauda.
a. Kaput / kepala pankreas, merupakan bagian yang lebar dari pancreas, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum yang melingkarinya.
b. Korpus / badan pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini yang letaknya dibelakang lambung dan didepan vertebra lumbalis pertama.
c. Kauda / ekor pankreas, merupakan bagian yang runcing terletak disebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.

Gambar 2.1 Anatomi Pankreas
(Sumber : Dalley A. F. : 1995)

Menurut Price, S. A., Alih bahasa Peter, A, (1994 : 431) dan Francis, S.G dan John, D.B, Alih bahasa Wijaya,C, dkk., (2000 : 742) pancreas dibentuk dari 2 sel dasar dengan fungsi yang sangat berbeda yaitu :
a. Sel-sel eksokrin yang berkelompok disebut sel acini yang menghasilkan unsure-unsur getah pancreas yang berisi enzim dan elektrolit.
b. Sel-sel endokrin atau pulau langerhans terdiri dari 0,7 – 1 juta kelenjar endokrin kecil yang tersebar diantara massa glandular pankrea seksokrin. Volume pulau-pulau langerhans kira-kira 1-1,5 % dari massa total pancreas dan beratnya sekitar 1-2 gram pada orang dewasa. Sedikitnya ada empat tipe sel yang telah dikenali pada pulau-pulaulangerhans ini. Tipe-tipe ini tersebar tidak seragam pada pancreas, yang terdiri dari:

Secara keseluruhan, pankreas menyerupai setangkai anggur yang cabang-cabangnya merupakan saluran yang bermuara pada duktus pankreatikus utama (duktus wirsungi). Saluran-saluran kecil dari setiap asinus mengosongkan isinya ke saluran utama. Saluran utama berjalan di sepanjang kelenjar, jaringan bersatu dengan duktus koledokus pada ampula vateri sebelum masuk ke duodenum. Pankreas mendapat darah dari arteri pankreatika dan mengalirkan darahnya ke vena kava inferior melalui vena pankreatika. Selain itu juga pankreas mendapatkan darah dari arteri lienalis, arteri hepar, arteri mesenterika superior dan arteri seliaka yang selanjutnya bermuara ke vena kava inverior. Pankreas dipersarafi oleh nervus vagus yang berperan dalam sekresi getah pankreas setelah makanan masuk ke lambung dan duodenum dan system saraf simpatis yang berperan menghambat sekresi insulin melalui pelepasan norepinefrin. Pankreas mempunyai dua fungsi penting, yaitu fungsi eksotrin untuk mensekresikan enzim-enzim pencernaan pada ketiga jenis makanan utama yaitu karbohidrat, lemak, dan protein melalui saluran ke duodenum dan fungsi endokrin untuk mengatur system endokrin melalui mekanisme pengaturan gula darah (Price, S. A., Alih bahasa Peter, A, 1994, Syaifudin, 1997).

Gambar 2.2 Anatomi Pulau Langerhans Dalam Kelenjar Pankreas
(Sumber : Guyton, 1996 : 1221)

Gambar 2.3 Komponen Struktural Sel  Pankreas yang Terlibat Dalam Biosentesis dan Pelepasan Insulin di Induksi Glukosa
(Sumber : Francis, S.G dan Joh, D.B. alih bahasa Wijaya C, dkk, 2000 : 744)

Hormon-hormon sekresi pankreas yang berpengaruh pada pengaturan kadar gula darah :.
a. Glukagon
1) Prinsip Kerja Glukagon
Glukagon merupakan protein kecil dengan berat molekul 3485 dan terdiri dari rantai asam amino dan terdiri dari rantai yang tersusun atas 29- asam amino. Waktu paruh dari glukagon plasma adalah sekitar 5-10 menit. Fungsi utama glukagon adalah meningkatkan kadar gula darah dengan mempengaruhi system enzim didalah hepar, lemak, dan sel-sel otot yang kemudian memungkinkan glukosa plasma untuk memasuki dan digunakan oleh sel-sel tubuh dengan menstimulasi sekresi insulin. Dengan fungsi ini, glukagon mencegah hipoglikemia diantara waktu makan, selama olahraga, beberapa hari pertama puasa, dan setelah makan makanan yang tinggi protein yang dapat menstimulasi peningkatan insulin plasma sehingga menyebabkan ambilan selular dengan cepat dari diet karbohidrat yang diserap.
Glukagon dapat menstimulasi sel-sel hati dalam menjalankan fungsinya dengan cara melakukan pemecahan glikogen cadangan di hati (glikogenolisis), mempertahankan produksi glukosa hati dari precursor asam amino (glukoneogenetik), pemecahan lemak (lipolitik) dan memproduksi badan-badan keton dari asam lemak (ketogenetik) di hati. Hal ini dapat meningkatkan konsentrasi glukosa didalam sel-sel hati, karena sel-sel hati dapat mendisforforilasi glukosa di intraseluler, maka glukosa ini dapat dilepaskan dari hati ke dalam sirkulasi darah. Asam lemak dan asam amino yang dibutuhkan untuk proses glukoneogenesis disupplai oleh pemecahan lemak yang distimulasi oleh glukagon dalam sel-sel adipose dan dilepaskan ke dalam plasma. Apabila supplai asam lemak tidak mencukupi, maka glukagon akan manstimulasi pemecahan protein menjadi asam amino dan menstransfernya ke dalam plasma darah.
Asam lemak dan asam amino ini kemudian diambil oleh hepatosit dan digunakan sebagai bahan-bahan mentah dalam proses glukoneogenesis. Selain itu juga glukagon meningkatkan kadar keton plasma dengan meningkatkan pembentukan keton hepatic dan meningkatkan sekresi somatostatin serta growth hormon. Meskipun fungsi glukagon berlawanan dengan fungsi insulin dalam proses pengaturan kadar gula darah, namun glukagon juga dapat menstimulasi insulin. Hal ini dapat memungkinkan glukosa plasma umtuk memasuki berbagai jaringan dan digunakan oleh jaringan itu sendiri untuk proses metabolisme, aksi langsung glukagon dalam menstimulasi sel-sel beta ini berlangsung dengan cepat.
Pada tingkat seluler, glukagon bekerja pada system enzim sel siklik AMP intraseluler, dimana bahan kimiawi ini berperan sebagai pembawa pesan kedua untuk mengubah aktivitas enzim sel yang menyebabkan sejumlah besar glukagon eksogenus bekerja meningkatkan kapasitas inotropik jaringan miokardium yang disebabkan karena rendahnya glukagon endogenus.
2) Pengaturan Sekresi Glukagon
Sel-sel alfa pankreas distimulasi oleh agonis beta adrenergik, teofilin, yang meningkatkan kadar plasma asam amino (terutama yang digunakan dalam proses glukoneogenesis), dan stimulasi vagal (kolinergik). Sekresi glukagon juga dipercepat oleh glukokortikoid, olah raga, stress fisik, dan infeksi. Efek olahraga pada sekresi glukagon di mediasi oleh beta adrenergik, sedangkan stress dan infeksi bekerja meningkatkan kadar glukokortikoid plasma. Kenaikan glukosa plasma dioperasikan oleh umpan balik negatif loop untuk memperlambat atau menghambat haluaran glukagon. Konsentrasi glukosa darah merupakan factor utama pengatur sekresi glukagon, namun pengaruh konsentrasi glukosa darah terhadap sekresi glukagon jelas bertentangan dengan efek glukosa terhadap sekresi insulin.
Penurunan konsentrasi glukosa darah dari normalnya sewaktu puasa kira-kira sebesar 90 mg/dl darah hingga kadar hipoglikemik dapat meningkatkan konsentrasi glukagon plasma beberapa kali lipat, sebaliknya meningkatnya kadar glukosa darah himgga mencapai hiperglikemik akan mengurangi kadar glukagon dalam plasma. Jadi, pada keadaan hipoglikema glukagon yang disekresikan oleh sel alfa pankreas akan meningkat dalam plasma yang dapat menyebabkan peningkatan pengeluaran glukosa dari hati dan akibat yang lebih lanjut akan membantu memperbaiki keadaan hipoglikemia
b. Insulin
1) Prinsip Kerja Insulin
Insulin merupakan protein kecil yang mempunyai berat molekul sebesar 5808 dan terdiri atas dua rantai asam amino yang satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino dipisahkan, maka aktifitas fungsional dari insuli akan hilang. Ikatan insulin pada resepror insulin mengawali aksi fisiologi insulin pada sel. Setelah molekul insulin berikatan pada reseptor, kompleks reseptor nsulin diambil kedalam sitoplasama sel melalui endositosis dan dihancurkan dalam waktu 14-15 jam oleh enzim lisosom. Insulin plasma mempunyai waktyu paruh sekitar 15 menit. Sekitar 80 %dari semua insulin yang bersikulasi dikatabolisme oleh sel-sel hati dan ginjal. Insulin mempuynyai mekanisme kerja tunggal yang mendasari segala macam efeknya pada metabolisme. Berikut ini prinsip kerja insulin :
a) Jaringan adipose
(1) Meningkatkan jaringan adipose
(2) Meningkatkan ambilan kalium
(3) Meningkatkan pemasukan dan sintesis lemak
(4) Meningkatkan penyimpanan lemak
(5) Meningkatkan pengubahan glukosa menjadi lemak
(6) Menghambat lipolisis
(7) Aktivasi lipoprotein lipase
b) Jaringan otot
(1) Meningkatkan pemasukan glukosa
(2) Meningkatkan ambilan kalium
(3) Meningkatkan sintesis glikogen
(4) Meningkatkan pemasukan asam amino
(5) Meningkatkan sintesis protein
(6) Meningkatkan katabolisme protein
(7) Meningkatkan pemasukan keton kedalam se-sel
c) Hati
(1) Meningkatkan sintesis protein
(2) Meningkatkan sintesis lemak
(3) Menurunkan ketogenesis
(4) Menurunkan pengeluaran karena penurunan glukoneogenesis dan meningkatkan sintesis glukagon
Selain itu insulin diketahui dapat memudahkan ambilan glukosa oleh jaringan ikat, leukosit, kelenjar mammary, lensa mata, aorta, pituitary, dan sel-sel alpha.
2) Pengaturan Sekresi Insulin
Sekresi insulin diatur oleh :
a) Mekanisme umpan balik kadar glukosa darah, kenaikan kadar glukosa darah meningkatkan sekresi insulin, selanjutnya insulin menyebabkan transport glukosa ke dalam sel sehingga mengurangi konsentrasi gula darah kembali normal.
b) Asam amino, dalam hal ini adalah asam amino yang paling kuat yaitu arginin dan leusin, dimana kerjanya mempengaruhi peningkatan insulinberbanding lurus dengan peningakatan konsentrasi gula darah. Dan sebaliknya insulin sendiri meningkatkan pengangkutan asam amino kedalam sel-sel jaringan serta meningkjkan pembentukan protein intraseluler.
c) AMP siklik intra sel, rangsangan yang meningkatkan AMP siklik dalam sel B meningkatkan sekresi insulin dengan meningkatkan kalssssium intra sel. Pada pelepasan epinefrin terjadi penurunan sekresi insulin disebabkan karena epinefrin menghambat AMP siklik intrasel.
d) Saraf otonom, cabang nervus vagus dextra mempersarafi pulasu langerhans dan merangsang nervus vagus menyebabkan peningkatan sekresi insulin. Rangsangan saraf simpatis ke pankreas menghambat sekresi insulin melalui pelepasan norepinefrin.
3) Aktifitas Insulin Pada Target Sel
Insulin yang telah disekresikan pankreas akan menuju target sel dengan cara berikatan dan mengaktifkan suatu protein spesifik pada membran sel. Reseptor protein merupakan senyawa glikoprotein yang mempunyai berat molekul kira-kira 300.000
Reseptor insulin merupakan suatu kombinasi dari empat sub unit yang saling berikatan bersama oleh ikatan disulfida, dua sub unit alfa yang terletak seluruhnya diluar membran sel dan dua sub unit beta yang menembus membran, menonjol kedaklam sitoplasma sel. Insulin berikatan denan sub unit alfa dibagian luar sel, tetapi karena ikatan dengan sub unit beta, bagian dari sub unit beta yang menonjol kedalam sel mngalami autofosforilasi. Hal ini akan membuat ikatan tersebut menjadi suatu enzim yang aktif, suatu protein kinase setempat, yang selanjutynya menyebabkan fosforilasi dari banyak enzim intra seluler lainnya. Hasil akhir adalah mengaktifkan beberapa enzim ini sementara menghentikan enzim yang lain. Jadi, secara keseluruhan insulin memimpin proses metabolisme intra seluler untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Efek akhir dari perangsangan insulin (Hudak, C.M, dan Gallo, B.M, alih bahasa Monica, E.D, dkk., 1996 dan Guyton, A.C, alih bahasa Setiawan, I, 1996) sebagai berikut :
a) Dalam beberapa detik setelah insulin diberikan dengan membran reseptornya, membran yang mencakup kira-kira 80 % dari sel tubuh ini menjadi sangat permeable terhadap glukosa. Hal ini terutama terjadi pada sel-sel otot dan sel lemak tetapi tidak terjadi pada sebagian besar sel neuron diotak. Didalam sel glukosa dengan cepat di fosforilasi dan menjadi suatu zat yang diperlukan untuk semua fungsi metabolisme karbohidrat yang umum.
b) Sebagai tambahan untuk meningkatkan permeabilitas membran terhadap glukosa, membran sel menjadi permeable terhadap banyak asam amino, ion kallllium, dan ion posfor.
c) Efek yang lebih lambat terjadi dalam 10-15 menit berikutnya, untuk mengubah tingkat aktifitas dari banyak enzim metabolic seluler yang lain. Efek-efek ini dihasilkan terutama dari perubahan keadaan fosforilasi enzim.
d) Efek yang jauh lebih lambat terjadsi selama berjam-jam dan bahkan beberapa hari.
e) Efek ini dihasilkan kecepatan translasi RNA messenger pada ribosom untuk membentuk protein yang baru dan efek yang lebih lambat lagiterjadi dari perubahan kecepatan trankripsi DNBA didalam inti sel. Dengan cara ini insulin membentuk kembali sebagian besar proses enzimatik seluler untuk mencapai tujuan metabolic.

3. Etiologi
a. Etiologi Diabetes Melitus tipe II (NIDDM)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes mellitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus tipe II. Faktor-faktor ini adalah :
 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
 Obesitas
 Riwayat keluarga
 Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika)
a. Etiologi Ulkus Diabetikum
 Kombinasi antara gangguan arteri dengan neuropati perifer
 Trauma/ cedera yang berulang tanpa diketahui oleh pasien

4. Tanda dan Gejala
a. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM)
 Polifagia
 Poliuria
 Polidipsia
 Lemas
 Berat badan turun
 Mengantuk (somnolen) yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu
 Kesemutan
 Gatal
 Mata kabur
 Impotensi pada laki-laki
 Pruritus vulva pada perempuan
a. Tanda dan Gejala Ulkus Diabetikum
 Penurunan terhadap sensasi nyeri
 Perubahan pada retina
 Adanya luka yang telah terinfeksi
 Denyut nadi berkurang atau bahkan tidak ada pada daerah yang terdapat ulkus

5. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, S.C, dan Bare, B.G, alih bahasa Hartono A, dkk, 2001 : 1220 diabetes mellitus terbagi kedalam beberapa klasifikasi atau tipe-tipe tertentu diantaranya :
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin atau IDDM (Insulin Independent Diabetes Melitus)
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan sindrom tertentu, seperti:
1) Penyakit pancreas
2) Kelainan hormonal
3) Obat/ bahan kimia
4) Kelainan reseptor dan kelainan genital
d. Diabetes mellitus gestasional atau GDM (Gestasional Diabetes Melitus)
e. Diabetes karena kerusakan toleransi glukosa
Tipe-tipe diabetes mellitus yang paling sering terjadi adalah diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan diabetes mellitus tipe II (NIDDM). Sesuai dengan kasus yang terjadi pada Tn. S maka untuk lebih jelasnya akan dijelaskan tentang mekanisme penyakit diabetes mellitus tipe II sebagai berikut.
Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin – NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes mellitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Untuk sebagian besar pasien ( 75%), penyakit diabetes mellitus tipe II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektivitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stress fisiologis yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan.













6. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe II
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat terjadi sebeum makan, khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien lupa makan camilan.
Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori : gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat.

a) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takhikardia, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.

b) Hipoglikemia Sedang
Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapatkan cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, confuse, penurunan daya ingat, mati rasa didaerah bibir serta lidah, bicara rero, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, pengllihatan ganda, dan perasaan ingin pingsan

c) Hipoglikemia Berat
Fungsi sitem saraf pusat menagalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi Hipoglikemia yang dideritanya. Gejala dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan, atau bahkan kehilangan kesadaran.

2) Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada diabetes ketoasidosis :
(1) Dehidrasi
(2) Kehilangan elektrolit
(3) Asidosis

Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula. Selain itu prroduksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali, kedua faktor tersebut akan mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa dalam tubuh, ginjal akan mensekresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (natriun dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.

3) Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hipergklikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of Awareness). Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, maka akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas.

b. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik dari diabetes mellitus dapat menyerang semua sistem organ tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lajim digunakan adalah penyakit makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis.

1) Komplikasi Makrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering terjadi pada diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa degan pasien-pasien non diabetik, kecuali dalam hal bahwa perubahan tersebut cenderung terjadi pada usia yang lebih muda dengan frekuensi yang lebih besar pada pasien-pasien diabetes. Berbagai tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi ateerosklerotik.
Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah arteri koroner, maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah serebral, akan menyebabkan stroke infark dengan jenis TIA (Transiennt Ischemic Attack). Selain itu ateerosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah besar ekstremitas bawah, akan menyebabkan penyakit okluisif arteri perifer atau penyakit vaskuler perifer.

2) Komplikasi Mikrovaskeler
a) Retinopati Diabetik
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata, bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol, venula dan kapiler.

b) Nefropati Diabetik
Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal ajkan mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati
c) Neuropati Diabetikum

Dua tipe neuropati diabetik yang paling sering dijumpai adalah :
(1) Polineuropati Sensorik
Polineuropati sensorik disebut juga neuropati perifer. Neuropati perifer sering mengenai bagian distal serabut saraf, khususnya saraf extremitas bagian bawah. Kelainan ini mengenai kedua sisi tubuh dengan distribusi yang simetris dan secara progresif dapat meluas ke arah proksimal. Gejala permulaanya adalah parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan dan peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari). Dengan bertambah lanjutnya neuropati ini kaki akan terasa baal.
Penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dan penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.

(2) Neuropati Otonom (Mononeuropati)
Neuropati pada system saraf otonom mengakibatkan berbagai fungsi yang mengenai hampir seluruh system organ tubuh. Ada lima akibat utama dari neuropati otonom (Smeltzer, B, alih bahasa Kuncara, H.Y, dkk., 2001 : 1256-1275) antara lain :

(a) Kardiovaskuler
Tiga manifestasi neuropati pada sistem kardiovaskuler adalah frekuensi denyut jantung yang meningkat tetapi menetap, hipotensi ortostatik, dan infark miokard tanpa nyeri atau “silent infark”.

(b) Pencernaan
Kelambatan pengosongan lambung dapat terjadi dengan gejala khas, seperti perasaan cepat kenyang, kembung, mual dan muntah. Konstipasi atau diare diabetik (khususnya diare nokturia) juga menyrtai neuropati otonom gastrointestinal.

(c) Perkemihan
Retensi urine penurunan kemampuan untuk merasakan kandung kemih yamg penuh dan gejala neurologik bladder memiliki predisposisi untuk mengalami infeksi saluran kemih. Hal ini terjadi pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol, mengingat keadaan hiperglikemia akan mengganggu resistensi terhadap infeksi.

(d) Kelenjar Adrenal (“Hypoglikemik Unawarenass”)
Neuropati otonom pada medulla adrenal menyebabkan tidak adanya atau kurangnya gejala hipoglikemia. Ketidakmampua klien untu mendeteksi tanda-tanda peringatan hipoglikemia akan membawa mereka kepada resiko untuk mengalami hipogllikemi yang berbahaya.

(e) Disfungsi Seksual
Disfungsi Seksual khususnya impotensi pada laki-laki merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti. Efek neuropati otonom pada fungsi seksual wanita tidak pernah tercatat dengan jelas.

7. Dampak Diabetes Melitus tipe II Terhadap Sistem Tubuh Lain
a. Sistem Pernapasan
Defisiensi insulin menimbulkan peningkatan glikolisis dijaringan lemak serta ketogenesis dihati. Glikolisis terjadi karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak akibat bertambahnya pasokan asam lemak dihati. Dalam mitokondria hati, enzim kartinil asil transferase I terangsang untuk merubah asam lemak bebas menjadi benda-benda keton. Proses ini menghasilkan asam beta hidroksi butirat dan asam asetoasetat yang mengakibatkan asidosis metabolik.

Efek kedua yang biasanya lebih penting dalam menyebabkan asidosis metabolik dari peningkatan langsung asam-asam keton mempunyai ambang eksresi ginjal yang rendah yaitu 100 – 200 gram. Asam-asam keton dapat disekresikan berikatan dengan natrium yang berasal dari CES, sebagai akibatnya konsentrasi Na+ dalam CES biasanya berkurang dengan Na+ diganti oleh peningkatan jumlah ion H+, sehingga meningkatkan asidosis. Hal ini dapat dilihat dari pola pernapasan yang cepat dan dalam
(kussmaull).

b. Sistem kardiovaskuler
Defisiensi insulin menyebabkan metabolisme lemak diantaranya pembentukan kolesterol tubuh yang berpengaruh pada proses terjadinya ateroskerosis da mempercepat timbulnya infark pada jantung dan akhirnya pembuluh darah besar menjadi kolaps (komplikasi makrovaskuler) sehingga menjadi pencetus munculnya penyakit jantung koroner seperti AMI (Acute Miokard Infark) dan angina pectoris. Bila gangguan jantung dirasakan oleh penderita diabetes mellitus dengan neuropati maka akan mengancam timbulnya kematian karena penderita tidak merasakan gejala gangguan jantung secara dini.
Bila aterosklerosis timbul pada daerah perifer maka akan timbul kelainan pada pembuluh darah kaki berupa ulkus atau gangren diabetic dan pada perabaan arteri dengan denyut yang berkurang sampai menghilang.

Komplikasi mikrovaskulerpun dapat terjadi, akibat defisiensi insulin maka glukosa tidak mampu masuk ke jaringan sehingga glukosa lebih banyak terakumulasi diekstrasel bersama glukosa yang telah diubah dalam bentuk lain dengan bantuan enzim adolase reduktase (sorbitol dan fruktosa). Hal ini menyebabkan meningkatnya kekentalan membran sel diantara jaringan dan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan sirkulasi tubuh ke perifer lainnya dan jaringan perifer kekurangan suplai oksigen dan nutrisi. Hal ini cenderung untuk mempertahankan produksi racun akibat metabolisme yang lama yang memungkinkan terjadinya kerusakan sel dan terjadi peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah diluar jaringan, maka jaringan akan menjadi hipoksia akibatnya ditandai dengan neuropati, nefropati dan retinopati.

c. Sistem Pencernaan
Defisiensi insulin menyebabkan kegagalan dalam pemasukan glukosa ke jaringan sehingga sel-sel kekurangan glukosa intrasel dan menimbulkan dampak :
1) Peningkatan penggunaan protein dan glikogen oleh jaringan sehingga menyebabkan penurunan massa sel yang berdampak pada penurunan berat badan.

2) Pembakaran lemak dan cadangan protein untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Proses ini mengahsilkan benda-benda keton yang diakibatkan karena hati tidak mampu menetralisir lemak. Penumpukan asam lemak akan mengiritasi membrane mukosa lambung sehingga menimbulkan perasaan mual dan muntah. Selain itu juga iritasi membrane mukosa lambung dapat merangsang zat-zat proteolitik untuk mengeksresi serotonin, bradikinin dan histamine sehingga timbul nyeri lambung.

3) Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme (starvasi sel). Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel akan merangsang pusat makan bagian lateral dari hypothalamus sehingga timbul peningktan rasa lapar (polifagia).

4) Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan penumpukan sorbitol yang dapat merusak fungsi saraf. Bila kerusakan ini mengenai saraf otonom, maka akan menimbulkan diare atau konstipasi dan gangguan persepsi terhadap lapar.

d. Sistem Perkemihan
Kekurangan pemasukan glukosa kedalam sel menyebabkan peningkatan volume ekstrasel sehingga terjadi peningkatanosmolaritas sel yang akan merangsang pusat haus di hypothalamus bagian lateral. Pada fase ini klien dapat merasakan polidiopsia dan penurunan produksi urin. Peningkatan sekresi ADH akan menahan pengeluaran urin sehingga volume cairan intraseluler menurun dan merangsang reseptor di hypothalamus untuk menekan sekresi ADH sehingga terjadi osmosis akibat peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi ambang batas ginjal.

Diuresis osmotic akan mempercepat pengisian vesika urinaria, sehingga merangsang keinginan untuk berkemih (poliuria) dan kondisi ini bertambah pada malam hari karena terjadi vasokonstriksi akibat penurunan suhu sehingga merangsang keinginan untuk berkemih pada malam hari (nokturia). Selain itu juga gangguan system perkemihan dapat pula terjadi akibat adanya kerusakan ginjal (nefropati), karena adanya penurunan perfusi ke daerah ginjal.

e. Sistem Reproduksi
Defisiensi insulin dapat menyebabkan terjadinya impotensi dan untuk wanita terjadi penurunan libido. Hal ini disebabkan oleh adanya hambatan penurunan ekstradiol pada gugus protein akibat kegagalan metabolisme protein. Pada wanita sering pula terdapat keluhan keputihan yang disebabkan oleh infeksi kandida dengan mekanisme seperti pada system integumen.

f. Sistem Muskuloskeletal
Defisiensi insulin menghambat transfer glukosa ke sel dalam jaringan tubuh yang menyebabkan sel kelaparan dan terjadi peningkatan glukosa dalam darah. Hal ini menimbulkan hambatan dalam perfusi ke jaringan otot yang akan mengakibatkan jaringan otot kurang mendapatkan suplai oksigen dan nutrisi yang menyebabkan sel kekurangan bahan untuk metabolisme, sehingga energi yang dihasilkan berkurang yang berdampak pada timbulnya kelemahan dan bila dibiarkan lebih lanjut dapat mengakibatkan atrofi otot. Defisiensi insulin juga menyebabkan penurunan jumlah sintesa glikogen dalam otot serta peningkatan katabolisme protein.

g. Sistem Integumen
Defisiensi insulin dapat berdampak pada integritas jaringan kulit yang bisa disebabkan oleh neuropati diabetes dan angiopati diabetes. Neuropati perifer akan menyebabkan penurunan sensasi perifer sehingga pengontrolan terhadap trauma mekanis, termis dan kimia menurun yang akan memudahkan terjadinya luka sehingga mengancam keutuhan jaringan kulit.

Teori lain yang mendasari kerusakan jaringan kulit adalah penumpukan endapan lipoprotein sehingga menyebabkan kebocoran protein dan butir-butir darah. Hal ini dapat menimbulkan :

1) Pertahankan jaringan setempat menurun cepat pada kulit dan jika ada luka mudah infeksi dan pada tahap yang lebih lanjut dapat menyebabkan terjadinya syok septicemia.
2) Bila keadaan ini terjadi di kapiler tungkai bawah dapat menimbulkan edema yang hilang timbul pada tungkai karena kebocoran albumin sehingga jaringan mudah terinfeksi, luka sukar sembuh, mudah selulitis dan akhirnya terjadi ulkus atau gangrene diabetikum.

h. Sistem Persarafan
Defisiensi insulin menimbulkan hambatan glukosa ke dalam sel-sel saraf sehingga mengganggu proses-proses metabolisme sel saraf sehingga akan menimbulkan perubahan biokimiawi jaringan saraf yang mengakibatkan gangguan dalam proses metabolic sel-sel schwann hambata dan kehilangan impuls pada akson. Akibatnya akson tidak dapat menghantarkan impuls dengan sempurna.

Dampak lainnya adalah hambatan dalam konduksi saraf yang mengakibatkan gangguan dalam polarisasi membrane akibat dari penurunan pembentukan ATP. Perubahan-perubahan diatas menyebabkan gangguan terhadap fungsi dan konduksi saraf (neuropati) sebagai akibat dari penumpukan sorbitol, fruktosa dan penurunan mioinositol. Bila menyerang saraf otonom dapat menimbulkan konstipasi atau diare, retinopati. Selain itu juga dapat mengakibatkan polineuropati perifer yang pertama kali ditandai oleh hilangnya sensasi pada ujung-ujung ekstrimitas bawah dan adanya rasa kesemutan, nyeri, berkurangnya terhadap sensasi getar, propioseptik, baal-baal dan pada tahap lanjut dapat menimbulkan gangguan motorik yang disertai dengan hilangnya refleks-refleks tendon dalam.
i. Sistem Penginderaan
Hiperglikemia yang diakibatkan oleh defisiensi insulin menyebabkan gangguan jalur poliol (glukosa – sorbitol – fruktosa) yang menyebabkan terjadinya penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan mata. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habil melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantara enzim adolase reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol ini akan tertumpuk didalam lensa mata sehingga menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi pada lensa mata yang pada tahap lanjut menimbulkan katarak.
Hiperglikemia menyebabkan terjadinya pelebaran sakular dari arteriola retina yang pada tahap lanjut dapat menimbulkan retinopati dan kebutaan.


8. Prosedur Diagnostik
 Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/ dL). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.
 Gula darah puasa (FBS) normal atau diatas normal
 Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini mengukur presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 5 – 6%
 Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Pada respons terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi. Selama proses pengubahan ini, asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa dicapai. Ketonuria menandakan ketoasidosis
 Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya ateroskelosis.
Diagnosis DM dibuat bila gula darah puasa diatas 140 mg/ dL selama dua atau lebih kejadian dan pasien menunjukkan gejala-gejala DM (poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, ketonuria dan kelelahan). Juga, diagnosis dapat dibuat bila contoh TTG selama periode 2 jam dan periode lain (30 menit, 60 menit atau 90 menit) melebihi 200 mg/ dL.

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe II
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes mellitus adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes mellitus :
1) Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut :
(a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral)
(b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
(c) Memenuhi kebutuhan energi
(d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
(e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Perencanaan makan pada penderita diabetes mellitus terdiri dari :
1) Perencanaan makan unsur karbohidrat
Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks khususnya yang berserat tinggi seperti : roti gandung utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan pasta/ mie yang berasal dari gandum. Disamping itu, penggunaan sukrosa dengan jumlah yang sedang kini lebih banyak diterima sepanjang pasien masih dapat mempertahankan kadar glukosa serta lemak (mencakup kolesterol dan trigliserida) yang adekuat dan mampu mengendalikan berat badannya.
2) Perencanaan makan unsur protein
Rencana makan dapat mencakup penggunaan beberapa makanan sumber protein nabati untuk membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh.
3) Perencanaan makan unsur lemak
Perencanaan makan yang mempunyai kandungan lemak dalam diet diabetes mencakup penurunan persentase total kalorinya yang berasal dari sumber lemak hingga kurang 30 % total kalori dan pembatasan jumlah lemak jenuh hingga 10 % total kalori. Selain itu juga pembatasan asupan kolesterol hingga kurang dari 300 mg/ hari sangat dianjurkan.
4) Perencanaan makan unsur serat
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol dalam darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi
2) Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes.
Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar glukosadarah lebih dari 250 mg/ dl (14 mmol/ L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin menjadi negative dan kadar glukosa darah telah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormone ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.
Pedoman umum latihan pada diabetes :
 Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindung kaki lainnya
 Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin
 Periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan
 Hindari latihan pada saat pengendalian metabolik buruk

3) Pemantauan Kadar Glukosa Darah
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG; Self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemiadan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan aka mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.

4) Terapi
 Obat hipoglikemik oral (OHO) seperti sulfonylurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing agen
 Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau dengan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya. Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Karena dosis insulin yang diperlukan masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa darah yang akurat sangat penting.

5) Pendidikan Kesehatan
Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Pasien bukan hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi jangka panjang yang dapat ditimbulkan dari penyakit diabetes mellitus.

b. Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum
1) Debridemen
Debridemen merupakan eksisi pada kulit yang terdapat luka dengan jaringan yang telah rusak. Hal tersebut dikerjakan dengan tujuan untuk mempercepat proses penyembuhan luka dan mempercepat pembentukan jaringan baru pada luka. Pembedahan debridemen diindikasikan untuk klien dengan ulkus yang sangat luas dan dalam yang disertai dengan adanya jaringan mati pada luka, serta pada klien yang mempunyai risiko terjadinya syock septicemia. Pembedahan debridemen dilakukan tergantung dari luas dan kedalaman ulkus serta dengan mempertimbangkan kemungkinan banyaknya kehilangan darah saat pembedahan. Dokter bedah dapat melakukan debridemen diruang tindakan ataupun diruang operasi. Pembedahan debridemen terdiri dari :

a) Mechanical Debridement
Mechanical debridement dapat dilakukan secara berulang untuk mengangkat dan membersihkan jaringan luka yang telah mati. Pada mechanical debridement proses perawatan luka merupakan hal yang efektif dan dapat dilakukan dengan penggantian balutan dari balutan lembab ke balutan kering atau juga dari balutan kering ke balutan lembab pula.

b) Enzymatic Debridement
Enzymatic debridement meliputi penyediaan enzim proteolitik dan fibrinolitik sintesis. Produk ini khusus digunakan untuk jaringan nekrotik saluran pencernaan dan memfasilitasi pembersihan jaringan luka yang telah mati. Enzim proteolitik dan fibrinolitik menyediakan lingkungan yang lembab untuk keefektifan proses penyembuhan luka dan pembentukan jaringan baru serta digunakan secara langsung pada luka. Nyeri dan perdarahan merupakan masalah utama dari penatalaksaan ini dan harus dilakukan secara terus-menerus. Enzymatic debridement merupakan kontraindikasi untuk luka yang sangat luas dan dalam pada tubuh terutama luka yang membentuk suatu lubang atau rongga, pembedahan jaringan saraf dan ulkus akibat neoplasma.

c) Surgical Debridement
Surgical debridement meliputi eksisi jaringan mati. Terdapat dua teknik yang biasa digunakan untuk surgical debridement pada saat sekarang yaitu eksisi tangensial dan eksisi fasial. Eksisi tangensial dilakukan dengan mengangkat banyak lapisan yang tipis sampai jaringan pada luka tumbuh kembali. Eksisi fasial dilakukan dengan pembersihan inti jaringan lemak sampai ke fasia. Teknik ini sering digunakan untuk luka yang sangat dalam.

2) Grafting
Grafting merupakan pencakokan atau penanaman jaringan kulit kepada jaringan kulit lain dengan tujuan untuk menumbuhkan jaringan kulit yang baru sehingga luka dapat menutup secara signifikan. Indikasi untuk dilakukannya autografting adalah sebagai berikut :
a) Ulkus yang sangat luas dan dalam serta tidak dapat ditutp dengan grafting karena keluasan dari luka atau hal lain yang menghambat terhadap proses grafting pada luka ulkus.
b) Penyembuhan alami yang menyebabkan kehilangan fungsi dari system musculoskeletal seperti adanya deformitas pada persendian, tulang ataupun yang lainnya.
Keberhasilan proses pencangkokan atau penanaman kulit dipengaruhi oleh keadaan daerah sekitar luka yang mendukung terjadinya proses granulasi jaringan. Pencangkokan atau penanaman jaringan kulit dapat diperoleh dari donor, kemudian dipindahkan pada luka ulkus yang selanjutnya dijahit pada daerah luka ulkus tersebut. Pengcangkokan keseluruhan jaringan kulit dan penutupan myocutaneus digunakan untuk penutupan luka yang dalam, luka yang luas atau pada organ yang vital.
3) Terapi Pengobatan
Agen antibakterial topikal sering diindikasikan untuk mengontrol pertumbuhan bakteri pada luka dengan nekrosis yang sangat luka atau pada keadaan daya immunitas jaringan luka yang terganggu. Untuk menghindari infeksi pada jaringan luka, penggunaan antibiotic profilaksis biasanya dihindari karena bahaya dari perkembangan strain bacterial yang resisten.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Menurut Wolf dan Weitzel bahwa proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan berurutan, terus-menerus, saling berkaitan dan dinamis (Nursalam, 2001:2)
Proses keperawatan harus saling berkeseninambungan dan berkaitan satu sama lainnya dari pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001:17)
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan perawatannya juga hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya (Nursalam, 2001:17)
1) Identitas
a) Identitas Klien
Fokus berisi mengenai jenis kelamin, usia, suku/ bangsa,
b) Identitas Penanggungjawab
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Klien diabetes mellitus datang dengan keluhan luka yang tidak kunjung sembuh, mual, muntah, penurunan kesadaran, disamping keluhan lain yang menyertai seperti mudah lelah, sering kencing, sering lapar, sering haus, adanya kesemutan atau baal-baal pada daerah ekstrimitas atau juga karena telah terjadi komplikasi diabetic baik akut maupun kronik.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien diabetes mellitus dengan ulkus diabetikum cenderung mengeluh nyeri pada daerah lukanya dengan kualitas nyeri yang tajam dan kuantitas nyeri yang hilang timbul. Nyeri yang dirasakan klien diabetes mellitus dengan ulkus diabetikum bertambah bila klien bergerak untuk merubah posisinya dan berkurang jika beristirahat. Nyeri yang dirasakan klien diabetes mellitus dengan ulkus diabetikum cenderung berada pada nyeri sedang sampai dengan berat dan berada pada skala nyeri 5 – 10 (skala 1 – 10 menurut Smeltzer). Selain itu juga nyeri yang dirasakan cenderung tidak menyebar ke daerah lain (terlokalisasi pada daerah luka) dan dirasakan bertambah pada waktu malam hari. Selain itu juga dapat ditemukan adanya kelemahan dan cepat lelah, mual, muntah, sakit kepala (pusing) dan penurunan visus (ketajaman penglihatan).

c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat obesitas, riwayat pankreatitis kronis, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg untuk wanita, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretic tiazid, kontrasepsi oral).
Kaji pula terhadap
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung disebabkan oleh adanya riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarganya. Selain itu juga cenderung disebabkan oleh factor lingkungan rumah yang kurang sehat serta riwayat gizi keluarga yang buruk sehingga berdampak pada kesehatan anggota keluarga.

3) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Endikrin
Klein dengan diabetes mellitus II biasanya ditemukan adanya peningkatan kadar gula darah sebagai akibat dari terganggunya fungsi pankreas sebagai penghasil hormone yang mengatur kadar gula darah dalam plasma.
b) Sistem Pernapasan
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung ditemukan adanya pola napas klien yang cepat dan dalam (kussmaul) sebagai upaya tubuh untuk mengurangi asidosis gun amelawan efek dari pembentukan badan-badan keton dalam tubuh dan napas bau aseton (bila sudah terjadi ketoasidosis diabetikum) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton dan kadar ion H+ dalam tubuh dan penurunan pelepasan oksigen pada membrane alveolar yang ditandai dengan adanya sianosis central ataupun perifer.
Tahap lanjut dapat ditemukan adanya pernapasan cupung hidung dan pengguanaan otot-otot Bantu pernapasan disertai dengan adanya retraksi interkostalis dan retraksi epigastrium sebagai akibat dari beratnya asidosis yang ditimbulkan dari penyakit tersebut.
c) Sistem Kardiovaskuler
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung mengalami penyakit jantung koroner atau akut miokard infark (AMI), angina pectoris yang dimanifestasikan dengan perubahan pola gambaran EKG (Elektrokardiografi), perubahan irama, bunyi dan frekuensi denyut jantung. Selain itu juga ditemukan adanya penurunan kekuatan denyut nadi perifer, perubahan tekanan darah, kelainan dalam faktor pembekuan darah yang disebabkan oleh mudahnya trombosit mengalami perlengketan (adhesi) dan umur trombosit yang pendek yang dimanifestasikan oleh penurunan trombosit darah, penurunan fleksibilitas sel darah merah yang dimanifestasikan oleh penurunan kadar hemoglobin darah sebagai akibat dari kerusakan system endothelial tubuh dan gangguan vaskularisasi perifer yang dimanifestasikan dengan peningkatan waktu pengisian kapiler (Capilary Refil Time) > 3 detik yang pada tahap lanjut dapat menimbulkan peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure) sebagai dampak dari peningkatan osmolaritas plasma akibat hiperglikemia.

d) Sistem Pencernaan
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung ditemukan adanya mual, muntah sebagai akibat dari menumpuknya asam lemak dan benda keton dalam tubuh dan menurunnya supplai oksigen ke saluran cerna sehingga merangsang refleks vasovagal dengan meningkatkan sekresi asam lambung (HCL). Selain itu juga ditemukan adanya konstipasi dan penurunan frekuensi bising usus yang disebabkan oleh penurunan motilitas usus yang dimanifestyasikan dengan adanya distensi abdomen.
e) Sistem Panca Indera (Pengihatan)
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung mengalami penurunan fungsi ketajaman penglihatan (penurunan visus), penglihatan ganda (diplopia), perubahan diameter pupil dimana pupil cenderung mengalami dilatasi, peningkatan tekanan intraokuler, kekeruhan lensa (katarak) dan pada tahap lanjut menyebabkan lapang pandang berkurang.

f) Sistem Perkemihan
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung ditemukan adanya perubahan yang berkaitan dengan status cairan dan elektrolit berupa mukosa mulut kering, turgor kulit > 2 detik, kadar elektrolit cenderung menurun dan pada tahap lanjut dapat menyebabkan perubahan fungsi ginjal (Nefropati) sebagai dampak dari hiperglikemia yang dimanifestasikan dengan meningkatnya ureum, kreatinin plama dan urine.
g) Sistem Muskuloskeletal
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung ditemukan adanya kelemahan, kram otot, penurunan tonisitas, kekuatan dan massa otot. Selain itu juga ditemukan adanya penurunan ROM (Range of Motion) dan pada tahap lanjut dapat menyebabkan deformitas sendi dan tulang yang disebabkan oleh adanya ulkus atau gangrene diabetikum yang terjadi pada susunan sistem muskuloskeletal.

h) Sistem Integumen
Klien dengan diabetes mellitus tipe II yang disertai dengan adanya ulkus diabetikum cenderung ditemukan adanya erosi pada kulit, warna kulit pada daerah luka cenderung kehitaman, perubahan system thermoregulasi tubuh yang dimanifestasikan dengan perubahan suhu tubuh secara signifikan, akral cenderung teraba dingin.
Dampak yang dapat ditemukan oleh penyakit diabetes mellitus itu sendiri diantaranya warna kulit cenderung mengkilat, pruritis vulvular dan pada tahap lanjut dapat menyebabkan adanya ulkus atau gangrene diabetikum.

i) Sistem Persarafan
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung ditemukan adanya keluhan pusing, vertigo, baal-baal atau kesemutan pada ekstrimitas atau bahkan mengalami penurunan tingkat kesadaran yang disebabkan oleh koma hiperglikemik. Selain itu juga pada tahap yang lebih lanjut dapat menyebabkan terjadinya penyakit serebrovaskular berupa penyakit stroke dengan jenis TIA (Transient Ischemic Attact), perubahan fungsi saraf cranial, perubahan fungsi sensori-motor dan perubahan refleks neurologis.

4) Pola Aktivitas Sehari-hari

a) Nutrisi
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung ditemukan adanya kebiasaan sering makan dan minum yang tinggi gula, meliputi jumlah, jenis dan frekuensi, riwayat cepat lapar (polifagia) dan frekuensi makan yang sering. Selain itu juga didapatkan adanya riwayat sering makan-makanan yang berkolesteror tinggi.


b) Eliminasi
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung mempunyai kebiasaan sering kencing (poliuria) dan sering minum (polidipsia).
c) Istirahat tidur
Klien dengn diabetes mellitus tipe II yang disertai dengan adanya ulkus diabetikum sering kali menimbulkan gangguan dan perubahan pola istirahat tidur, hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri pada luka, seringnya buang air kecil dan adanya stressor internal tentang proses kesembuhan luka dan penyakitnya.
d) Personal Hygiene
Klien dengan diabetes mellitus tipe II yang disertai dengan adanya ulkus diabetikum sering kali pemenuhan kebutuhan personal hygienenya dibantu oleh orang lain karena adanya keterbatasan aktivitas yang ditimbulkan oleh adanya nyeri pada luka ulkus ataupun kelemahan yang disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus itu sendiri.
e) Aktivitas
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung mempunyai kebiasaan kurang aktivitas atau olehraga pada saat sebelum sakit.

5) Data Psikologis
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung mengalami stress akibat dari prosedur pembedahan, penyembuhan luka dan penyakit yang lama. Hal tersebut dapat berdampak pada perubahan konsep diri (gambaran diri, peran, identitas diri, ideal diri dan harga diri) dan perubahan status mental klien.

6) Data Sosial
Klien dengan diabetes mellitus tipe II yang disertai dengan adanya gangren diabetikum atau yang telah menjalani amputasi cenderung tidak mau bersosialisasi dengan orang lain yang disebabkan olwh rasa malu terhadap keadaannya.

7) Data Spiritual
Klien dengan diabetes mellitus tipe II yang disertai dengan adanya gangren diabetikum atau yang telah menjalani amputasi cenderung menolak terhadap keadaannya dan hal ini akan berdampak pada kondisi spiritualnya dimana klien cenderung akan menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dideritanya.

8) Data Penunjang
a) Data Laboratorium
Klien dengan diabetes mellitus pada pemeriksaan laboratorium cenderung terjadi peningkatan kadar gula darah, tes urine reduksi positif, proteinuria, ketonuria, penurunan protein total, penurunan albumin serum, penurunan atau peningkatan elektrolit, peningkatan lipid dan kolesterol, penurunan hemoglobin, hematokrit dan trombosit serta peningkatan leukosit akibat proses infeksi pada luka.

b) Terapi
Prosedur terapi yang biasa dijalani oleh klien dengan diabetes mellitus biasanya mendapatkan terapi agen anti diabetic seperti : insulin, sulfonylurea (dymelor, diabinase, glucotrol, micronase, diabeta, tolinase dan orinase), biguanid (metformin) selain itu juga terapi tambahan untuk penderita diabetes mellitus yang disertai dengan adanya ulkus atau gangrene diabetikum biasanya diberikan obat antibiotic seperti metronidazol, cravat dan jenis antibiotic lainnya.

b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Nursalam,2001:24)

c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan mengenai masalah klien baik aktual maupun potensial yang didapat dari status kesehatan klien (Erb, Olivieri, Kozier,1991:169)
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan Diabetes Melitus menurut Doenges dan Carpenito adalah :
(1) Gangguan pemenuhna kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, defisiensi insulin dan status hipermetabolisme.
(2) Defisit cairan berhubungan dengan diuresis osmotic, dan kurang asupan cairan.
(3) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
(4) Gangguan integritas jaringan kulit berhubungan dengan gangguan sensasi, dan kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
(5) Kelemahan berhubungan dengan penurunan produksi energi, gangguan kimia tubuh, defisiensi insulin, peningkatan kebutuhan tubuh, dan status hiperglikemia atau hipermetabolisme.
(6) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi leukosit, infeksi saluran pernapasan atau infeksi saluran kemih.
(7) Resiko terhadap cedera/injuri berhubungan dengan penurunan sensasi taktil, penurunan ketajaman penglihatan, dan episode hipoglikemia.
(8) Disfungsi seksual berhubugnan dengan perubahan fungsi tubuh.
(9) Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan terapeutik, dan system pendukung yang adekuat.

2. Perencanaan
Perencanaan (intervensi) merupakan suatu rangkaian tahapan dimana perawat dank lien menetapkan prioritas, menetapkan tujuan yang ingin dicapai dan merencanakan serangkaian rencana keperawatan guna menyelesaikan atau mengurangi masalah-masalah kesehatan klie serta mempersiapkan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991:169)
Adapun perencanaan yang dibuat untuk klien dengan Diabetes Melitus menurut Doenges adalah :

a. Gangguan pemenuhna kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
1) Intake yang tidak adekuat
2) Defisiensi insulin
3) Status hipermetabolisme.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria evaluasil :
1) Pemasukan kalori atau nutrisi adekuat
2) Berat badan mengarah kenormal sesuai dengan tinggi badan
3) nilai laboratorium kadar gula darah dalam batas normal dan stabil