TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH


Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Secara detail dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 pendidikan di definisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan ynag diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hal ini tentui saja diperlukan adanya pendidik yang profesional terutama guru disekolah-sekolah dasar dan menengah serta dosen diperguruan tinggi.
Untuk melaksanakana profesinya, tenaga pendidik khususnya guru sangat memerlukan aneka ragam pengetahuan psikologis yang memadai dalam arti sesuai dengan tuntutan zaman dan kemajuan sain dan teknologi. Diantara pengetahuan-pengetahuan yang dikuasi guru adalah pengetahuan psikologi terapan tentang tahapan-tahapan perkembangan peserta didik yang erat kaitannya dengan proses belajar peserta didik dalam suasana zaman yang berbeda dan penuh tantangan seperti sekarang ini.
Dalam kenyataannya masih banyak guru dalam menerapkan proses pembelajaran tidak melihat aspek psikologi tersebut. Akibatnya, proses pembelajaran tidak efektif dan efisien. Sehingga pembelajaran kurang bermakna bagi siswa. Oleh karena itu penulis mencoba mengkaji tentang tahap-tahap perkembangan peserta didik meliputi :
A. TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Dalam berbagai literatur terdapat berbagai pendekatan dalam menentukan tahapan perkembangan peserta didik. Berdasarkan Pendekatan Didaktis, perkembangan peserta didik adalah melalui tahap atau masa sebagai berikut.
1. Masa Usia Pra Sekolah : (1) Masa Vital dan (2) Masa Estetik
Tahap sensorimotor: dari lahir hingga 2 tahun (anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
(1) Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
(2) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
(3) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
(4) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
(5) Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
(6) Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
Masa Vital adalah masa perkembangan, dimana individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa belajar pada tahun pertama dalam kehidupan individu , Freud menyebutnya sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar.Pada tahun kedua anak belajar berjalan sehingga anak belajar menguasai ruang, mulai dari yang paling dekat sampai dengan ruang yang jauh. Pada tahun kedua umurnya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan. Melalui latihan kebersihan, anak belajar mengendalikan impuls-impuls atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya.
Secara singkat ada 8 tanda-tanda esensial yang dapat di sebutkan dalam perkembangan pra usia sekolah dari 1 tahun sampai 4 tahun (Monks: 2004)
1. Permulaan periode anak bisa duduk berjalan dengan bantuan pada umur 4 tahun sudah dapat meloncat-loncat, memanjat, dan merangkak di bawah meja dan kursi.
2. Pada 4 tahun terjadi kordinasi anatara mata dengan tangan dan melakukan ekspolari dengan tangan melalui manipulasi dengan benda-benda.
3. Sudah dapat berbahasa bercakap-cakap dengan keluarga teman sebaya dan dapat menyatakan keinginan dan kebutuhan-kebutuhannya.
4. Pada akhir periode ini anak memperoleh pengertian banyak mengenai benda berdasarkan bentuk dan warna,membedakan suara keras dan lembut.
5. Mengerti ruang dan waktu, membedakan siang dan malam.
6. Pengertian akan norma sudah ada tapi masih baku berupa kata-kata “baik”, “buruk”, “jangan”yang menjadi norma batin bagi tingkah laku selanjutnya.
7. Perbuatan dan tingkah lakunya sudah ditentukan oleh kognitif berupa rencana tidak lagi secara kebetulan.
8. Anak tidak hanya menginginkan ada bersama-sama dengan orang dewasa melainkan ia sudah menginginkan dapat bergaul secara aktif dengan mereka. Di samping itu ada kebutuhan untuk bergaul dengan teman sebaya.
Masa Estetik; dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Anak bereksplorasi dan belajar melalui panca inderanya. Pada masa ini panca indera masih sangat peka.
Perkembangan kemampuan peserta didik pada usia ini (sampai 5 tahun) berada dalam periode “praoperasional” Tahap pra-operasional: dari 2 hingga 7 tahun (mulai memiliki kecakapan motorik)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Peserta didik belum mampu menyelesaikan persoalan melalui cara berpikir logik sistematik. Kemampuan mengolah informasi dari lingkungan belum cukup tinggi untuk dapat menghasilkan transformasi yang tepat. Demikian juga perkembangan moral peserta didik masih berada pada tingkatan moralitas yang baku. Peserta didik belum sampai pada pemilihan kaidah moral sendiri secara nalar. Perkembangan nilai dan sikap sangat diperngaruhi oleh situasi yang berlaku dalam keluarga. Nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga akan diadopsi oleh peserta didik melalui proses imitasi dan identifikasi. Keterkaitan peserta didik dengan suasana dan lingkungan keluarga sangat besar.
1. Masa Usia Sekolah Dasar
Masa Usia Sekolah Dasar disebut juga masa intelektual, atau masa keserasian bersekolah pada umur 6-7 tahun anak dianggap sudah matang untuk memasuki sekolah. Masa Usia Sekolah Dasar terbagi dua, yaitu : (a) masa kelas-kelas rendah dan (b) masa kelas tinggi.
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah (6/7 – 9/10 tahun) :
(1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi.
(2) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional.
(3) Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
(4) Membandingkan dirinya dengan anak yang lain.
(5) Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
(6) Pada masa ini (terutama usia 6 – 8 tahun) anak menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun) :
(1) Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
(2) Amat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar.
(3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
(4) Sampai usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas usia ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.
(5) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi sekolahnya.
(6) Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Dalam permainan itu mereka tidak terikat lagi dengan aturan permainan tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.
1. Perkembangan kemampuan peserta didik pada usia ini berada dalam periode operasional konkrit. Menurut Piaget tahap ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan : kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi : kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi : memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme: kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Kemampuan mengolah informasi lingkungan sudah berkembang sehingga transformasi yang dihasilkan sudah lebih sesuai dengan kenyataan. Demikian juga perkembangan moral anak sudah mulai beralih pada tingkatan moralitas yang fleksibel dalam rangka menuju ke arah pemilihan kaidah moral sendiri secara nalar. Perkembangan moral peserta didik masa ini sangat dipengaruhi oleh kematangan intelektual dan interaksi dengan lingkungannya. Dorongan untuk keluar dari lingkungan rumah dan masuk ke dalam kelompok sebaya mulai nampak dan semakin berkembang. Pertumbuhan fisik mendorong peserta didik untuk memasuki permainan yang membutuhkan otot kuat.
1. Masa Usia Sekolah Menengah
Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja, yang terbagai ke dalam 3 bagian yaitu :
(1) Masa remaja awal; biasanya ditandai dengan sifat-sifat negatif, dalam jasmani dan mental, prestasi, serta sikap sosial,
(2) Masa remaja madya; pada masa ini mulai tumbuh dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya. Pada masa ini sebagai masa mencari sesuatu yang dipandang bernilai, pantas dijunjung dan dipuja.
(3) Masa remaja akhir; setelah remaja dapat menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapai masa remaja akhir dan telah terpenuhi tugas-tugas perkembangan pada masa remaja, yang akan memberikan dasar bagi memasuki masa berikutnya yaitu masa dewasa.
Perkembangan kemampuan peserta didik pada usia ini berada pada periode formal operasional yang dalam perkembangan cara berpikir mulai meningkat ke taraf lebih tinggi, absrak dan rumit.
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Cara berpikir yang bersifat rasional, sistematik dan ekploratif mulai berkembang pada tahap ini. Kecenderungan berpikir mereka mulai terarah pada hal-hal yang bersifat hipotesis, pada masa yang akan datang, dan pada hal-hal yang bersifat abstrak. Kemampuan mengolah informasi dari lingkungan sudah semakin berkembang.
1. Masa Usia Mahasiswa (18,00-25,00 tahun)
Masa ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya, yang intinya pada masa ini merupakan pemantapan pendirian hidup. Masa dewasa dibagi menjadi beberapa tahap yaitu sebagai berikut:
1. Masa dewasa muda; dengan terbentuknya identitas/jati dirinya secara definitif, kini ia dituntut untuk mampu turut ambil bagian dalam membina kehidupan bersama, bila ia mampu memelihara keseimbangan antara aku dan kita atau kami (kemandirian dan kebersamaan) akan tumbuh rasa keakraban, kalu tidak maka ia kan diliputi rasa keterasingan.
Ciri-ciri masa dewasa awal/dini (Haurlock,1980 : 247):
1. Masa dewasa dini sebagai masa pengaturan
2. Masa dewasa dini sebagai masa reproduktif
3. Masa dewasa dini sebagai masa bermasalah
4. Masa dewasa dini sebagai masa ketegangan emossional
5. Masa dewasa dini sebagai masa keterasingan sosial
6. Masa dewasa dini sebagai masa komitmen
7. Masa dewasa dini sebagai masa ketergantungan
1. Masa dewasa; pada masa ini apakah ia mempunyai kesempatan dan kemampuan untuk hidup secara kreatif, produktif dan bersemangat dalam membina kehidupan generasi mendatang, pasif dan menonton saja, bila ada pada dirinya akan tumbuh kegairahan hidup, bila tidak ada maka akan cukup puas saja dengan keadaan.
2. Masa hari tua; bagi yang bergairah, tentu ia akan merasa mendapat tempat dan penghargaan sebagaimana layaknya ditengah-tengah masyarakat ia merupakan bagian dari masyarakat, bila sebaliknya mungkin dianggap sepi saja sehingga merasa kurang berharga.
Dengan kajian materi diatas pembahasan materi ini bertujuan guru dapat menciptkan proses pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik agar dapat mengembangkan potensinya secaraoptimal. Dalam hal ini guru harus kreatif, profesional dan menyenangkan. Dengan memposisikan diri sebagi berikut :
1. Orang tua yang kasih sayang pada peserta didiknya
2. Teman tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan peserta didik
3. Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, bakat dan kemampuan.
4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan berani tanggung jawab
6. Membiasakan diri peserta didik saling berhubungan dengan orang lain secara wajar.
7. Mengembnagkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain dan lingkungannaya.
8. Mengembangkan kreatifitas
Dalam Mengimplementasikannya guru harus mampu memaknai pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.
BAB II
ISU- ISU YANG MUNCUL
Mengamati perkembangan peserta didik di sekolah dan di lingkungan sekitar maka diperoleh isu-isu yang akan di bahas antara lain:
1. Permasalahan kejenuhan belajar peserta didik
Pada kasus anak yang sudah belajar sebelum usia seharusnya misalnya pada usia 3 atau 4 tahun yang secara kognitif mampu mengalami proses belajar tetapi secara sosial tidak bisa berinteraksi dengan temannya dan mengalami kejenuhan belajar pada usia 10 tahun. Bagaimana permasalahan itu terjadi ?
1. Permasalahan pubertas dini
Dalam berbagai kasus banyak terjadi pergeseran tahapan-tahapan perkembangan peserta didik, diantaranya adalah masa pubertas. Pada saat ini banyak peserta didik masa usia dasar yang telah mengalami menstruasi/haid lebih dini. Apakah penyebab dan akibat yang ditimbulkan dari sisi biologis dan psikologis terhadap perkembangan peserta didik ?
BAB III
ANALISIS MASALAH
1. Permasalahan kejenuhan peserta didik
Secara harfiah arti jenuh adalah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun selain itu jenuh juga dapat berati jemu atau bosan. Dalam belajar, disamping siswa sering mengalami kelupaan, ia juga terkadang mengalami peristiwa negatif lainnya yang di sebut jenuh belajar yang dalam bahasa psikologi disebut learning plateau. Peristiwa jenuh ini kalau dialami oleh seorang siswa yang sedang belajar dapat membuat siswa tersebut merasa telah memubazirkan usahanya. Seorang siswa yang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan.
Kejenuhan belajar juga bisa terjadi pada anak sekolah dasar yang semestinya belum terjadi karena keadaan memori anak yang masih relatif sedikit. Hal ini terjadi karena adanya kecenderungan orang tua untuk cepat membelajarkan anak pada usia yang belum seharusnya. Menurut Fz Monks membelajrkan anak sebelum waktunya mengandung kelemahan karena:
1. Seringkali anak diberi pelajaran membaca pada waktu yang sangat muda melulu untuk memuaskan kebanggaan orangtuanya, jadi tidak demi kepentingan anaknya.
2. Kalau anak mengerti bahwa ia sudah menguasai apa yang akan dipelajarkan di kelas satu hal ini akan bisa menurunkan motivasi belajarnya dan menyebabkan sikap yang negatif terhadap tugas-tugas yang harus dilakukannya.
Ketika anak sudah mengalami proses belajar dan mengalami kejenuhan belajar, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut yaitu:
1. Karena kecemasan siswa terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh keletihan belajar itu sendiri.
2. Karena kecemasan siswa terhadap standar keberhasilan bidang studi-studi tertentu yang dianggap terlalu tinggi terutama ketika siswa tersebut sedang merasa bosan mempelajari bidang studi tadi.
3. Karena siswa berada di tengah-tengah situasi kompetitif yang ketat dan menuntut lebih banyak kerja intelek yang berat.
4. Karena siswa mempercayai konsep kinerja akademik yang optimum, sedangkan dia sendiri menilai belajarnya sendiri hanya berdasarkan ketentuan yang ia bikin sendiri (self-imposed)
1. Permasalahan pubertas dini.
Periode pubertas merupakan masa pertumbuhan dan perubahan yang sangat pesat meskipun masa puber merupakan masa singkat yang bertumpangtindih dengan masa akhir kanak-kanak dan permulaan masa remaja. Masa ini terjadi pada usia yang berbeda bagi anak laki-laki dan anak perempuan dan bagi individu-individu di dalam tiap kelompok seks.
Masa puber disebabkan oleh perubahan perubahan hormonal yang terjadinya berbeda-beda karena sulit diawasi. Usia rata-rata perubahan yang dialami pada puber bagi perempuan adalah tiga belas dan bagi anak laki-laki empat belas tahun. Waktu yang diperlukan untuk mengakhiri perubahan massa puber berkisar dari dua sampai empat tahun.
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH
1. Kejenuhan anak dalam belajar pada usia dini
Sejak lama kriteria bagi anak dapat diterima di sekolah adalah “kemasakan”. Bagi Indonesia kriteri umur memegang peranan penting. Anak baru dapat diterima bila ia sudah mencapai umur 7 tahun hal ini karena pada usia tersebut anak sudah memenuhi kriteria kemasakan diantaranya adalah:
1. Anak sudah dapat bekerja sama dalam kelompok dengan anak-anak sebayanya, tidak tergantung pada ibunya dan dapat menyesuaikan diri dengan kelompok teman-teman sebaya.
2. Anak sudah dapat mengamati secara analitis, ia sudah dapat mengenal bagian-bagian dari keseluruhan dan dapat menyatukan kembali bagian bagian yang terpisah tersebut.
3. Anak secara jasmaniah sudah mencapai bentuk anak sekolah, yaitu jika anak sudah dapat memegamg telinganya melalui kepala.
Untuk mengatasi kejenuhan dini yang sering terjadi dewasa ini maka dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Dalam memberikan bimbingan yang lebih baik pada anak dapat dianjurkan untuk memilih istilah “kemampuan sekolah” daripada “kemasakan sekolah”. Kemasakan menunjuk pada proses yang terjadi dari dalam secara spontan, sedangkan mampu sekolah ditentukan oleh faktor-faktor dari luar seperti lingkungan dan keluarga. Kriteria “kemasakan sekolah” tersebut, ternyata belum dapat menjamin keberhasilan anak di kelas, karena “masak sekolah” belum menjamin “mampu sekolah”.
2. Dengan metode tes mengukur kemampuan bersekolah dan mencatat fungsi-fungsi yang berhubungan dengan usia atau kemampuan pada saat penerimaan anak masuk sekolah. Dengan demikian tidak selalu didasarkan pada tingkat kemasakan anak melainkan didasarkan pada kesesuaian antara kemampuan yang ada pada anak dengan kriteria yang ditentukan untuk penerimaan di sekolah dasar tersebut.
3. Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergiji dengan takaran yang cukup banyak.
4. Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa yang meliputi pengubahan posisi meja belajar dan perlengkapan belajar lainnya sehingga merasa berada di kamar baru yang lebih menyenangkan.
5. Memberikan motivasi dan stimulan yang baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat daripada sebelumnya.
C.Pubertas dini
Pubertas dini yang terjadi pada anak bergantung pada kondisi-kondisi biologis yang menyebabkan perubahan pubertas yaitu sebagai berikut:
1. Peran kelenjar pituitari
Kelenjar pituitari mengeluarkan dua hormon : hormon pertumbuhan yang berpengaruh dalam menentukan besarnya individu, dan hormon gonadotrofik yang merangsang gonad untuk meningkatkan kegiatan. Sebelum masa puber secara bertahap jumlah hormon gonadotropik semakin bertambah dan kepekaan gonad terhadap hormon gondotrofik dan peningkatan kepekaan juga semakin bertambah; dalam keadaan demikianlah perubahan -perubahan pada masa puber mulai terjadi.
1. Peran gonad
Dengan pertumbuhan dan perkembangan gonad organ-organ seks yaitu ciri-ciri seks primer bertambah besar dan fungsinya bertambah matang dan ciri-ciri seks sekunder seperti rambut kemaluan semakin berkembang.
1. Interaksi kelenjar pituitary dan gonad
Hormon yang dikeluarkan oleh gonad yang telah dirangsang oleh hormon gonadotrofik yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary, selanjutnya bereaksi terhadap kelenjar ini dan menyebabkan secara berangsur-angsur penurunan jumlah hormon pertumbuhan yang dikeluarkan sehingga menghentikan proses pertumbuhan. Interaksi antara hormon gonadotrofik dan gonad berlangsung terus sepanjang kehidupan reproduksi individu, dan lambat laun berkurang menjelang wanita mendekati masa monopause dan pria mendekati climacteric.
Keadaan hormonal tersebut sangat dipengaruhi oleh nutrisi atau makanan yang di konsumsi oleh anak. Makanan pada saat ini banyak mengandung steroid-steroid yang berfungsi untuk mempercepat perkembangan dan pertumbuhan misalnya pada makanan yang berasal dari ayam broiler dan telur ayam buras. Contoh makanan yang mengandung steroid dan sangat digemari oleh anak-anak sekarang ini adalah berbagai macam freid chikend. Jika makanan ini dikonsumsi secara terus-menerus maka akan terjadi akumulasi jumlah steroid yang cukup banyak. Akibatnya, mempercepat pertumbuhan horman dan kelenjar gonad sehingga anak mengalami pubertas dini.
Selain makanan cepat saji yang banyak mengandung steroid, pubertas juga dipengaruhi oleh makanan yang banyak mengandung penyedap rasa terutama MSG ( Mono Sodum Glutamat) yang banyak terdapat pada makanan ringan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak. MSG merupakan zat yang di satu sisi menonaktifkan sel-sel otak manusia sehingga menimbulkan penurunan kemampuan berfikir di sisi lain mengaktifkan kelenjar pituitary yang mempengaruhi kelenjar gonad yang menghasilkan hormon reproduksi.
Untuk mengatasi masalah pubertas dini dapat dilakukan dengan cara menghindari makanan-makanan cepat saji yang banyak mengandung steroid dan makanan yang banyak mengandung MSG tersebut.
Masa Pubertas juga dipengaruhi oleh lingkungan seperti dalam bentuk audio visual berupa gambar, tayangan film yang dilihat oleh anak baik dari televisi maupun media lain yang belum saatnya untuk dilihat. Gambar atau tayangan tersebut akan merangsang otak untuk kemudian mempengaruhi kelenjar pituitary yang akan mengeluarkan horman gonadotropik yang mempengaruhi pengeluaran hormon gonad atau hormon seksual.
Untuk masalah ini peran orang tua dan lingkungan sangat berperan penting untuk mencegah anak-anak kita menonton, membaca atau menyaksikan segala sesuatu yang dapat merangsang hormon gonad diproduksi lebih awal.