1. Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit DBD atau DHF ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedesalbopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina et al, 2006).
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda perdarahan dikulit berupa bintik perdarahan, lebam/ruam. Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau shock (Depkes RI,2008 ).
2. Etiologi DBD
Penyakit Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviricae, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Hadinegoro et al, 2006).
3. Vektor Penular Penyakit DBD
Vektor penyakit DBD adalah nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedesalbopictus terutama bagi Negara Asia, Philippines dan Jepang, sedangkan Nyamuk jenis Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris dan Aedes pseudoscutellaris merupakan vektor di negara-negara kepulauan Pasifik dan New Guinea. Vektor DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes (Stegomya)aegypti dan albopictus ( Djunaedi, 2006).
4. Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti
Menurut Nadezul (2007), nyamuk Aedes aegypti telah lama diketahui sebagai vektor utama dalam penyebaran penyakit DBD, adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1. Badan kecil berwarna hitam dengan bintik-bintik putih.
2. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter.
3. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.
4. Menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore hari pukul 16.00-17.00.
5. Nyamuk betina menghisap darah unuk pematangan sel telur, sedangkan nyamuk jantan memakan sari-sari tumbuhan.
6. Hidup di genangan air bersih bukan di got atau comberan.
7. Di dalam rumah dapat hidup di bak mandi, tempayan, vas bunga, dan tempat air minum burung.
8. Di luar rumah dapat hidup di tampungan air yang ada di dalam drum, dan ban bekas.
5. Tanda dan Gejala Penyakit DBD
Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnosa klinis dan laboratoris. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang dapat dilihat dari penderita kasus DBD dengan diagnosa klinis dan laboratoris :
1. Diagnosa Klinis
a. Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38 – 40 º C).
b. Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji Tourniquet positif, Petekie (bintik merah pada kulit), Purpura(pendarahan kecil di dalam kulit), Ekimosis, Perdarahan konjungtiva (pendarahan pada mata), Epistaksis (pendarahan hidung), Perdarahan gusi, Hematemesis (muntah darah), Melena (BAB darah) dan Hematuri (adanya darah dalam urin).
c. Perdarahan pada hidung dan gusi.
d. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
e. Pembesaran hati (hepatomegali).
f. Renjatan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
g. Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya selera makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala.
2. Diagnosa Laboratoris
a. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan panorama trombosit hingga 100.000 /mmHg.
b. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematrokit sebanyak 20% atau lebih (Depkes RI, 2008)
6. Penularan Penyakit DBD
Penularan penyakit DBD memiliki tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus, yaitu manusia, virus dan vektor perantara (Hadinegoro et al, 2006).
Lebih jelasnya Depkes RI, 2008 menjelaskan mekanisme penularan penyakit DBD dan tempat potensial penularannya.
1. Mekanisme Penularan DBD
Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular DBD.
Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk, termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik).Virus ini akan berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelumnya menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku.Bersamaan air liur tersebut virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Arsin AA dan Wahiduddin. 2006).
2. Tempat potensial bagi penularan DBD
Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Oleh karena itu tempat yang potensial untuk terjadi penularan DBD adalah:
a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis).
b. Tempat-tempat umum yang menjadi tempat berkumpulnya orang - orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue yang cukup besar seperti: sekolah, RS/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, tempat umum lainnya (hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah dan lain-lain).
c. Pemukiman baru di pinggir kota, penduduk pada lokasi ini umumnya berasal dari berbagai wilayah maka ada kemungkinan diantaranya terdapat penderita yang membawa tipe virus dengue yang berbeda dari masing-masing lokasi.
7. Bionomik Vektor
Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk, kesenangan nyamuk menggigit dan kesenangan nyamuk istirahat.
1. Kesenangan tempat perindukan nyamuk
Tempat perindukan nyamuk biasanya berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana. Nyamuk Aedes tidak dapatberkembangbiak digenangan air yang langsung bersentuhan dengan tanah. Macam-macam tempat penampungan air:
a. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti; drum, bak mandi/WC, tempayan, ember dan lain-lain
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti; tempat minuman burung, vas bunga, ban bekas, kaleng bekas, botol bekas dan lain-lain
c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan bambu dan lain-lain (Depkes RI, 2008).
2. Kesenangan nyamuk menggigit
Nyamuk betina biasa mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan puncak aktivitasnya antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Berbeda dengan nyamuk yang lainnya, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah.
3. Kesenangan nyamuk istirahat
Nyamuk Aedes hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya, biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telur. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur tersebut dapat bertahan sampai berbulan - bulan bila berada di tempat kering dengan suhu -2ºC sampai 42ºC, dan bila di tempat tersebut tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat (Depkes RI, 2008).
8. Epidemiologi Penyakit DBD
Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitigaepidemiologik, yaitu adanya agen (agent), host dan lingkungan (environment).
1. Agent (virus dengue)
Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari Genus Flavivirus (Arbovirus Grup B) salah satu Genus Familia Togaviradae. Dikenal ada empat serotipe virus dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Virus dengue ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD.
2. Host
Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor yang mempengaruhi manusia adalah:
a. Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terse rang virus dengue, meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Saat pertama kali terjadi epdemi dengue di Gorontalo kebanyakan anak-anak berumur 1-5 tahun (Widyana, 2006).
b. Jenis kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender)(Kusriastuti, 2005).
Di Philippines dilaporkan bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan perempuan, meskipun ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan namun perbedaan angka tersebut tidak signifikan Singapura menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan (Arsin AA dan Wahiduddin, 2005).
c. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat (Sumekar DW,2007).
d. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut (Widyana, 2006).
e. Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan infeksi virus dengue.Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalul penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005).
3. Lingkungan (environment)
Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit dengue adalah:
a. Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º Lintang Utara dan 40º Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi, 2006).
Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda (Satari, 2006).
Pada saat itu virus dengue menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala (Kusriastuti, 2005).
Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain (Hadinegoro dan Satari, 2002)
b. Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas, meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin.
Di Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah musim hujan (Djunaedi, 2006).
Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam megabit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi (Satari, 2006).
9. Cara-cara Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD
Strategi pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu:
1. Cara pemutusan rantai penularan (Kandun,2006)
Ada lima kemungkinan cara memutuskan rantai penularan DBD:
a. Melenyapkan virus dengue dengan cara mengobati penderita. Tetapi sampai saat ini belum ditemukan obat anti virus tersebut
b. Isolasi penderita agar tidak digigit vektor sehingga tidak menularkan kepada orang lain
c. Mencegah gigitan nyamuk sehingga orang sehat tidak ditulari
d. Memberikan imunisasi dengan vaksinasi
e. Memberantas vektor agar virus tidak ditularkan kepada orang lain.
2. Cara pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti
Pemberantasan terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2008).
a. Fisik
Cara ini dikenal dengan kegiatan ”3M”, yaitu: Menguras (dan menyikat) bak mandi, bak WC, dan lain-lain; Menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, dan lain-lain); dan Mengubur barang-barang bekas (seperti kaleng, ban, dan lain-lain) (Notoatmodjo,2006).
Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembangbiak di tempat itu. Pada saat ini telah dikenal pula istilah ”3M” plus, yaitu kegiatan 3M yang diperluas (Sutaryo, 2005).
Bila PSN DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi (Huda, 2006).
Untuk itu upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan, karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat.
b. Kimia
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida) ini antara lain dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah temephos (Kristina, 2005).
Formulasi temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (±1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan (Nadezul, 2007).
c. Biologi
Pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti secara biologi dapat dilakukan dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang atau tempalo, dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringiensis var israeliensis (Bti).(Nadezul, 2007).
3. Cara pencegahan
a. Memberikan penyuluhan serta informasi kepada masyarakat untuk membersihkan tempat perindukan nyamuk dan melindungi diri dari gigitan nyamuk dengan memasang kawat kasa, perlindungan diri dengan pakaian dan menggunakan obat gosok anti nyamuk.
b. Melakukan survei untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor nyamuk, mengetahui tempat perindukan dan habitat larva dan membuat rencana pemberantasan sarang nyamuk serta pelaksanaannya.
4. Penanggulangan wabah
a. Menemukan dan memusnahkan spesies Aedes aegypti di lingkungan pemukiman, membersihkan tempat perindukan nyamuk atau taburkan larvasida di semua tempat yang potensial sebagai tempat perindukan larva Aedes Aegypti.
b. Gunakan obat gosok anti nyamuk bagi orang-orang yang terpajan dengan nyamuk (Kandun, 2007).
10. Faktor Penularan Penyakit DBD
Ada dua faktor yang menyebabkan penyebaran penularan penyakit DBD adalah :
1. Faktor Internal
Faktor internal meliputi ketahanan tubuh atau stamina seseorang. Jika kondisi badan tetap bugar kemungkinannya kecil untuk terkena penyakit DBD (Sumekar, 2007).
Hal tersebut dikarenakan tubuh memiliki daya tahan cukup kuat dari infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, parasit, atau virus seperti penyakit DBD. Oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh pada musim hujan dan pancaroba (Sumekar, 2007).
Pada musim itu terjadi perubahan cuaca yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan virus dengue penyebab DBD. Hal ini menjadi kesempatan jentik nyamuk berkembangbiak menjadi lebih banyak.(Kusriastuti R. 2005)
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar tubuh manusia. Faktor ini tidak mudah dikontrol karena berhubungan dengan pengetahuan, lingkungan dan perilaku manusia baik di tempat tinggal, lingkungan sekolah, atau tempat bekerja (Notoatmodjo,2006).
Faktor yang memudahkan seseorang menderita DBD dapat dilihat dari kondisi berbagai tempat berkembangbiaknya nyamuk seperti di tempat penampungan air, karena kondisi ini memberikan kesempatan pada nyamuk untuk hidup dan berkembangbiak (Widyana, 2006).
Hal ini dikarenakan tempat penampungan air masyarakat indonesia umumnya lembab, kurang sinar matahai dan sanitasi atau kebersihannya (Satari dan Meiliasari, 2006).
Nyamuk lebih menyukai benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti gorden, kelambu dan baju/pakaian. Maka dari itu pakaian yang tergantung di balik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam almari, karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat gelap dan kain yang tergantung untuk berkembangbiak, sehingga nyamuk berpotensiuntuk bisa mengigit manusia (Yatim 2006).
Semakin mudah nyamuk Aedes menularkan virusnya dari satu orang ke orang lainnya karena pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat meningkatkan kesempatan penyakit DBD menyebar, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, peningkatan sarana transportasi (Hadinegoro, 2006).
Peranan faktor lingkungan dan perilaku terhadap penularan DBD, antara lain (Fathi,2005).
1. Keberadaan jentik pada kontainer
Keberadaan jentik pada kontainer dapat dilihat dari letak, macam, bahan, warna, bentuk volume dan penutup kontainer serta asal air yang tersimpan dalam kontainer sangat mempengaruhi nyamuk Aedes betina untuk menentukan pilihan tempat bertelurnya.
Keberadaan kontainer sangat berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes, karena semakin banyak kontainer akan semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk Aedes (Kusriastuti,2005).
Semakin padat populasi nyamuk Aedes, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB (Kristina,2007).
Dengan demikian program pemerintah berupa penyuluhan kesehatan masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD antara lain dengan cara menguras, menutup, dan mengubur (3M) sangat tepat dan perlu dukungan luas dari masyarakat dalam pelaksanaannya (Notoatmodjo, 2006).
2. Kepadatan vektor
Kepadatan vektor nyamuk Aedes yang diukur dengan menggunakan parameter ABJ yang di peroleh dari Dinas Kesehatan Kota.
Hal ini nampak peran kepadatan vektor nyamuk Aedes terhadap daerah yang terjadi kasus KLB. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin tinggi angka kepadatan vektor akan meningkatkan risiko penularan (Kusriastuti,2005).
3. Tingkat pengetahuan DBD
Pengetahuan merupakan hasil proses keinginan untuk mengerti, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terutama indera pendengaran dan pengelihatan terhadap obyek tertentu yang menarik perhatian terhadap suatu objek.
Pengetahuan merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung, sedangkan tindakan nyata seseorang yang belum terwujud (overt behavior) (Notoatmodjo, 2006)
Pengetahuan itu sendiri di pengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan, selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran dari pendidikan (Huda, 2006).
11. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian DBD
Tentang analisis faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD di Kecamatan Baruga Kota Kendari menyatakan bahwa faktor pengetahuan, kebiasaan menggantung pakaian, kondisi TPA, kebersihan lingkungan berhubungan dengan kejadian DBD.Faktor TPA yang merupakan faktor paling berpengaruh dengan kejadian DBD (Duma, 2005).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Studi Kelurahan RajaBasa menyatakan bahwa Jentik nyamuk Aedes di kelurahan Rajabasa ada hubungannya dengan kejadian DBD, dan terdapat hubungan antara pelaksanaan PSN dan keberadaan jentik di TPA (Sumekar, 2007).
Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian DBD adalah (Widyna, 2006).
1. Kebiasaan menggantung pakaian
Kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah merupakan indikasi menjadi kesenangan beristirahat nyamuk Aedes aegypti (Kusriastuti,2005).
Kegiatan PSN dan 3M ditambahkan dengan cara menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar merupakan kegiatan yang mesti dilakukan untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan penyakit DBD dapat dicegah dan dikurangi (Nugroho, 2007).
2. Siklus pengurasan TPA > 1 minggu sekali.
Salah satu kegiatan yang dianjurkan daelam pelaksanaan PSN adalah pengurasan TPA sekurang-kurangnya dalam frekuensi 1 minggu sekali PA yang berjentik, halaman yang tidak bersih dan anak dengan golongan umur 5-9 tahun (Widyana, 2006).
Faktor–faktor yang mempengaruhi penyebaran virus dengue antara lain (Nugroho, 2007)
1. Kepadatan nyamuk
Kepadatan nyamuk merupakan faktor risiko terjadinya penularan DBD. Semakin tinggi kepadatan nyamuk Aedes aegypti, semakin tinggi pula risiko masyarakat untuk tertular penyakit DBD. Hal ini berarti apabila di suatu daerah yang kepadatan Aedes aegypti tinggi terdapat seorang penderita DBD, maka masyarakat sekitar penderita tersebut berisiko untuk tertular (Sutaryo, 2005).
Kepadatan nyamuk dipengaruhi oleh adanya kontainer baik itu berupa bak mandi, tempayan, vas bunga, kaleng bekas yang iguana sebagai tempat perindukan nyamuk. Agar kontainer tidak menjadi tempat perindukan nyamuk maka harus di kuras satu minggu satu kali secara teratur dan mengubur barang bekas (Sumekar, 2007).
2. Kepadatan rumah
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang jarak terbangnya pendek (100 Apabila rumah penduduk saling berdekatan maka nyamuk dapat dengan mudah berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya. Apabila penghuni salah satu rumah ada yang terkena DBD, maka virus tersebut dapat ditularkan kepada tetangganya (Kristina, 2005).
3. Kepadatan hunian rumah
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang sangat aktif mencari makan, nyamuk tersebut dapat menggigit banyak orang dalam waktu yang pendek. Oleh karena itu bila dalam satu rumah ada penghuni yang menderita DBD maka penghuni lain mempunyai risiko untuk tertular penyakit DBD (Widyana, 2006).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Makasar tentang factor – faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DBD, peneliti menyimpulkan bahwa kejadian DBD dipengaruhi oleh :
(1) Faktor keadaan lingkungan yang meliputi kondisi fasilitas TPA, kemudahan memperoleh air bersih, pengetahuan masyarakat, kualitas pemukiman dan pendapat keluarga (Nugroho, 2007).
(2) Faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah adanya kondisi fasilitas TPA yang baik yang disebabkan karena pengurasannya yang lebih dari satu minggu sekali, tidak ditutup rapat dan terdapatnya jentik pada fasilitas TPA (Arsin dan Wahidudin, 2006)